KOMISI VI KHAWATIR IMPOR BARANG JADI GANGGU STABILITAS INDUSTRI NASIONAL

17-01-2011 / KOMISI VI

 

          Komisi VI  mengkhawatirkan Peraturan Menteri Perdagangan  tentang Ketentuan Impor Barang Jadi oleh Produsen, mengganggu kegiatan produksi industri nasional. DPR RI meminta kementerian Perdagangan melakukan pengawasan yang ketat izin dan pelaksanaan impor barang jadi oleh Produsen.

          “Permendag Impor Barang Jadi oleh Produsen menimbulkan kekhawatiran akan mempersulit industri dalam negeri,” kata Ketua Komisi Perdagangan DPR RI Airlangga Hartarto, saat memimpin Rapat Kerja membahas Permendag No.39/M-DAG/PER/10/2010 dengan Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu, Senin (17/1) di Gedung DPR, Jakarta.

          Menurut Airlangga, semula Permendag  dimaksudkan untuk mendorong percepatan investasi dan memberikan insentif kepada penanam modal terutama penanam modal asing, dan  memberikan kemudahan bagi perusahaan dalam memulai proses produksinya.

          Namun, perkembangan yang terjadi tidak adanya pembatasan dan pengawasan terhadap impor barang jadi oleh produsen sehingga produsen bebas mengimpor barang jadi sekalipun barang-barang yang diimpor tidak terkait dengan bidang usahanya.

          Kebijakan ini dikhawatirkan akan mematikan industri dalam negeri, karena produsen bisa beralih menjadi importir barang yang secara bebas sebanyak impor tersebut menjanjikan keuntungan lebih besar, dan industri nasional terancam oleh membanjirnya barang impor yang ditangkan oleh importir umum, apalagi ditambah lagi dengan berlakunya FTA

          Dengan keunggulan pada sisi efisiensi produksi, produk impor pasti akan menawarkan harga yang lebih murah dibandingkan produk  dalam negeri. Celah inilah yang akan dimanfaatkan produsen untuk bertindak sebagai importir demi meraup keuntungan dengan cepat.

          Pada akhirnya produsen kecil dan UKM yang kurang memiliki modal dan ases pasar, tidak akan sanggup bersaing dengan para produsen besar yang menguasai ases pasar dan permodalan yang cukup kuat untuk bertindak sebagai importir barang jadi. “secara bertahap deindustrialisasi  akan terjadi dan PHK masal mengancam  jutaan tenaga kerja domestik,” tegasnya.

          Hasil pertemuan dengan pelaku industri dan pelaku usaha terutama dari kalangan UKM dan IKM, sangat kuat tuntutan untuk ditunjau kebijakan yang mengizinkan produsen untuk mengimpor barang jadi.

          Ini dikhawatirkan  yang akan memicu para produsen yang beralih menjadi importir sehingga kegiatan produksi industri nasional akan terganggu dan para produsen kecil dan UKM secara perlahan akan gulung tikar karena kalah bersaing dengan barang impor yang jual lebih murah. “Ini menambah permasalahan yang dihadapi industri nasional,” papar Ketua Komisi VI dari Fraksi Partai Golongan Karya.

         Untuk melindungi industri nasional, Anggota Komisi VI dari Fraksi Partai Demokrat Ferari menegaskan perlu pembatasan volume impor  yang dilakukan produsen. “Pembatasan 10%  sehingga tidak melebihi yang diproduksi di Indonesia,” katanya.

          Menurut Ferari, pada sektor industri tertentu tidak diperlukan impor, terutama yang terkait langsung dengan kelangsungan hidup industri kecil dan menangah yang ada di dalam negeri. Seperti contohnya industri  obat-obatan harus dapat dilakukan impor karena Permenkes N0.1010 tahun 2010 hanya mengizinkan produsen untuk mengimpor obat terkait dengan masalah beredarnya obat-obat palsu, jadi jika produsen obat tidak bolah mengimpor obat maka akan terjadi kekosongan sebagian obat karena harus diimpor.

          Tetapi  untuk produsen lain seperti alas kaki. Lonjakan kenaikan impor tahun 2010 meningkat 66%, ada sektor industri yang dapat impor dan ada sektor industri yang tidak perlu impor untuk melindungi produsen dalam negeri.

         Selain itu anggota Anggota Komisi VI Erik Satrya wardhana mengharapkan pelaksanaan Permendag harus dikoordinasikan dengan kementerian dan intansi lain terkait karena akan menimbulkan deindustrialisasi. “Kementerian Perdagangan perlu koordinasi dengan kementerian dan instansi terkait mengenai Impor Barang Jadi oleh Produsen,” tegas anggota fraksi Partai Hati Nurani Rakyat.

Daftar Ulang

          Permendag No.39/M-DAG/PER/10/2010mulai  berlaku pada 1 januari 2011. Telah ditetapkan 239 produsen yang dapat mengimpor barang jadi, terdiri dari 212 produsen izin usaha industri diterbitkan oleh BKPM dan 27 diterbitkan oleh instansi dinas teknis yang berwenang. “Diberikan waktu 1 tahun kepada produsen yang telah memiliki izin, untuk mendaftarkan ulang dan mendapatkan Angka Pengenal Impor Produsen (API-P) yang baru,” tegas Menteri Perdagangan.  

        

          Mari Elka Pangestu menjelaskan Kementerian Perdagangan berkomitmen menjaga iklim investasi dan menjaga tidak terjadi penyalahgunaan dalam melakukan impor barang jadi oleh produsen, dengan pengetatan, sistem pengontrolan dan pengawasan.

         Penertiban dan monitoring terhadap produsen yang melakukan impor barang jadi merupakan salah satu jawaban kekhawatiran produsen yang akhirnya menjadi importir, dan produsen yang menyalahgunakan fasilitas impor misalnya jenis usaha x tapi mengimpor barang lain di luar x.

Kementerian Perdagangan akan melakukan penertiban dengan membatasi dan mengawasi impor barang jadi oleh produsen agar sesuai dengan izin usaha industrinya, dan ada proses pelaporan dan monitoring yang dilakukan kementerian Perdagangan. “Impor barang jadi hanya dapat dilakukan oleh produsen yang telah ditetapkan oleh Dirjen Perdagangan Luar Negeri atas nama Menteri Perdagangan, dengan melampirkan izin usaha industri yang diterbitkan BKPM atau instansi dinas teknis yang berwenang,” papar Marie Elka Pangestu.

         Selanjutnya perlu adanya pendaftaran  ulang yang dimiliki API yang dikeluarkan BKPM atau instansi dinas teknis yang berwenang.

        Berbeda dengan peraturan yang sebelumnya produsen hanya dapat mengimpor barang jadi yang sesuai dengan izin usaha industrinya, untuk mencegah penyalahgunaan fasilitas impor barang jadi oleh produsen.

        Kementerian perdagangan dengan bekerjasama instansi teknis terkait berwenang mengawasi dan melakukan penilaian kepatuhan berdasarkan laporan realisasi impor, kesesuaian jenis barang impor dengan jenis usaha industri dan kepatuhan terhadap peraturan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan bidang impor dan kepabeanan.

        Selain itu ada sanksi, jika pelaku impor tidak memenuhi persyaratan permendag, berupaPencabutan dari dirjen bea dan cukai degan pertimbangan produsen telah melakukan pelanggaran kepabeanan, barang jadi yang diimpor tidak sesuai dengan izin usaha industri akan dikenakan sanksi pencabutan terhadap API-P. (as)/foto:iw/parle.

BERITA TERKAIT
Revisi UU BUMN Percepat Pembentukan BPI Danantara, Temasek Singapura Versi Indonesia
01-02-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi VI DPR RI bersama dengan Pemerintah telah mengambil keputusan tingkat I terkait dengan RUU tentang Perubahan...
Revisi UU BUMN, Perempuan dan Penyandang Disabilitas Berpeluang Duduki Jabatan Strategis
01-02-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Eko Hendro Purnomo membacakan 11...
Herman Khaeron: Bentuk BPI Danantara, Revisi UU BUMN Berdampak Besar pada Sektor Investasi
01-02-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menilai pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara)...
Komisi VI & Pemerintah Sepakati Pembahasan RUU BUMN, Menuju Pengesahan Paripurna
01-02-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi VI DPR RI bersama pemerintah secara resmi menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor...